Subscribe:

Monday, October 17, 2011

Bebas, Satono Menangis | ZonaBagus.com

KETAT: Bupati Lampung Timur nonaktif Satono dikawal usai persidangan menuju mobil yang membawanya. FOTO ALAM ISLAM
Air mata Bupati Lampung Timur nonaktif Satono langsung tumpah ketika majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Tanjungkarang memvonisnya bebas kemarin (17/10).

Tanpa banyak bicara, usai sujud syukur, terdakwa kasus dugaan korupsi kas daerah (kasda) Pemkab Lamtim sebesar Rp119 miliar ini pun bergegas pergi dengan pengawalan ketat menuju mobil patroli double cabin milik Satuan Sabhara Polresta Bandarlampung yang membawanya.

Dalam persidangan yang berlangsung sejak pukul 09.15-10.10 WIB tersebut, majelis hakim yang diketuai Andreas Suharto dan beranggotakan Ida Ratnawati serta Itong Isnaini menyimpulkan Satono secara sah dan meyakinkan tidak bersalah.

Menurut Andreas, tindak pidana sebagaimana dakwaan primer pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU RI No. 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP, termasuk juga pasal subsider yakni pasal 12 UU RI No. 31/1999 serta dakwan lebih subsider, tidak dapat dibuktikan.

’’Majelis memutuskan membebaskan terdakwa Satono dari semua tuntutan hukum dan memulihkan harkat martabat serta kedudukannya selaku warga negara Indonesia,’’ kata Andres seraya mengetuk palu sebanyak tiga kali.

Keputusan majelis hakim tersebut sontak disambut gemuruh tepuk tangan di ruang Garuda PN Kelas IA Tanjungkarang yang memang didominasi pendukung Satono.

Sementara Sopian Sitepu, S.H., kuasa hukum Satono, mengatakan,  proses kemarin merupakan perjuangan hukum yang sangat luar biasa lantaran memerlukan pengorbanan doa dan air mata. Terlebih, pihaknya yakin sejak awal bahwa perkara tersebut tidak terbukti.

’’Jadi dengan putusan ini, PN menunjukkan sebagai suatu lembaga yang punya eksistensi untuk menegakkan hukum dan keadilan menegakkan asas legalitas. Sejak awal kami sudah protes baik dari tingkat penyidikan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar. Kami juga telah menginformasikannya ke jaksa penuntut umum (JPU) bahwa tidak ada unsur melawan hukum formal. Jadi tak ada alasan hukum untuk memperkarakan Satono,’’ paparnya.

Karena itu, Sopian menganggap keputusan majelis hakim sudah tepat dan pihaknya sangat menghargai keputusan tersebut. ’’Ini menunjukkan PN sebagai lembaga yang menegakkan hukum dan keadilan,’’ katanya.

Disinggung jika ada langkah kasasi yang akan dilakukan kejaksaan, mantan akademisi Universitas Lampung ini menilai hal tersebut adalah hak JPU. Meski menurutnya, berdasarkan pasal 244 KUHAP bahwa putusan bebas murni tidak dapat diajukan kasasi. ’’Demikian juga dijelaskan pada pasal 67 KUHAP. Tetapi kalau diajukan juga, itu hak mereka,’’ pungkasnya.

Menanggapi putusan ini, salah satu JPU Yusna Adhia, S.H. menyatakan pikir-pikir. ’’Kami akan tentukan sikap dua pekan ke depan. Kami juga masih meminta salinan putusan hakim dalam persidangan ini,’’ ujarnya didampingi JPU lainnya, A. Kohar dan Sri Aprilinda.

Terpisah, Pjs. Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Lampung Arif, S.H., M.H. saat ditemui Radar Lampung di ruang kerjanya kemarin menyatakan, pihaknya akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung melalui PN Kelas IA Tanjungkarang. ’’Meski jawaban JPU pikir-pikir dalam persidangan, kami pihak kejaksaan akan mengajukan kasasi,’’ tegasnya.

    Kasasi dilakukan lantaran pihaknya masih menganggap ada tindakan melawan hukum dalam perkara tersebut. ’’Itu (melawan hukum, Red) kan cukup jelas. Nah, terkait keputusan pengadilan itu kan pendapat hakim, dan aturannya kami bisa melakukan kasasi,’’ pungkas dia.

Sementara, setengah jam usai persidangan, PN Kelas IA Tanjungkarang menggelar konferensi pers terkait keputusan majelis hakim yang membebaskan Satono dari segala tuntutan.

Konferensi pers dilaksanakan di ruang mediasi PN dan langsung dipimpin Itong Isnaini selaku juru bicara PN dan juga salah satu hakim anggota dalam sidang Satono.

    Itong menjelaskan, pada pokoknya dalam persidangan kemarin Satono didakwa tiga lapis pasal, yakni dakwaan primer, subsider, dan dakwaan lebih subsider.

Dakwaan primer adalah pasal 2 UU No. 31/1999 jo pasal 64 dengan 55 KUHP yang pada intinya Satono didakwa telah melawan hukum. ’’Pertimbangannya, apakah perbuatan terdakwa (Satono) yang menempatkan sebagian kas daerah di BPR Tripanca ini secara teoritik hukum merupakan melawan hukum. Nah, itu yang dikaji,’’ kata dia.

Dalam petimbangan itu, lanjutnya, ternyata majelis berkesimpulan bahwa perbuatan seperti itu tidak melawan hukum. Alasannya bahwa dasar dari perbuatan itu bukan pasal 22 ayat 3 dan 4 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana didakwakan, karena pasal itu mengatur tentang penempatan rekening kas umum negara yang menjadi tanggung jawab menteri.

’’Di sana secara terikat oleh hukum dinyatakan bahwa menteri harus menempatkan ke bank sentral ke bank umum. Ternyata pada UU tersebut pada bagian yang lain dalam bab yang lain diatur tersendiri mengenai pengelolaan keuangan daerah. Penempatan kas daerah itu mengacu pasal 27 UU Nomor 1 Tahun 2004. Itu kajian UU-nya,’’ terangnya.

Kemudian UU selanjutnya yakni UU No. 11/2003 tentang Keuangan Negara, maka majelis berkesimpulan dakwaannya tidak tepat, karena itu untuk kementerian negara, bukan untuk pemerintahan daerah karena kepala daerah bisa menempatkan uangnya di mana dengan pertimbangan tertentu.

’’Dakwaan juga menggunakan PP 39 Tahun 1997. Dalam kajian hukum  untuk menyatakan seseorang bersalah melakukan tindak pidana, delik itu tidak boleh menggunakan PP, harusnya menggunakan UU. Yang kedua ternyata di samping PP tersebut, ada PP lagi yang lebih spesifik. Yakni PP Nomor 58 Tahun 2005, di mana PP ini tidak mencabut PP 39 Tahun 1997,’’ paparnya.

Lebih spesifiknya di mana? Dia menjelaskan, dalam PP 58/2005 justru lebih banyak mengatur tentang keuangan daerah, sementara dalam PP 39/1997 yang digunakan jaksa justru lebih mengacu pada keuangan negara. ’’Jadi dengan dasar PP seperti itu pun oleh majelis hakim, unsur melawan hukumnya tidak terpenuhi. Ini adalah dakwaan primer,’’ ungkapnya.

Selanjutnya, untuk dakwaan subsider, Satono dijerat dengan pasal 12 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Itong menjelaskan, inti dari pasal tersebut adalah seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima suatu pemberian hadiah yang berhubungan dengan jabatannya.

Sementara itu, fakta persidangan memperlihatkan dalil jaksa yang mengatakan terdakwa menerima tambahan bunga dari BPR Tripanca selama persidangan tidak dapat dibuktikan.

Karena dasar itu semua dari keterangan saksi Laila Fang yang dituangkan pada BAP di kepolisian, tetapi kemudian pada persidangan Laila Fang tidak hadir sehingga keterangannya dibacakan dalam persidangan.

’’Secara yuridis, hal tersebut juga tidak dapat diterima sebagai alat bukti, karena alat bukti itu adalah keterangan saksi yang dinyatakan di persidangan. Boleh keterangan tersebut dibacakan, asalkan sudah disumpah, dan kedua tidak bertentangan dengan keterangan lainnya. Nah, keterangan Laila Fang bertentangan dengan keterangan saksi Astin Alimudin dan Sugiharto Wiharjo alias Alay, dan tentunya bertentangan dengan keterangan terdakwa,’’ bebernya.

Terkait mengapa keterangan Laila Fang tetap dibacakan dalam persidangan, sementara tidak bisa dijadikan alat bukti, Itong beralasan tindakan tersebut atas permintaan JPU. ’’JPU kan minta dibacakan, sehingga kami memperbolehkan untuk dibacakan. Tetapi kan JPU harus membuktikan bagaimana prosedurnya, pemberian bunganya kapan, dan itu tidak terbukti,  hanya berdasarkan keterangan Laila Fang dalam BAP. Itu kajian pasal subider,’’ paparnya.

Sementara untuk dakwaan lebih subsider, majelis hakim juga mengkaji dari segi hukum adminsitrasi negara tentang apakah ada penyalahgunaan wewenang dan batasan apa yang dapat dilakukan ketika seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang.

Pria berkacamata ini menerangkan, pada intinya seseorang melakukan penyalahgunaan wewenang apabila melakukan kewenangan di luar tujuan yang diberikan dari kewenangan itu, kemudian untuk kepentingan pribadi, atau orang itu sudah tidak memiliki wewenang atau orang itu melampaui batas kewenangannya.

’’Dari tinjauan kritis majelis hakim, terdakwa tidak menyalahi kewenangannya. Alasannya, semuanya sudah didasarkan ketentuan UU. Terdakwa menempatkan dana kas daerah tersebut berdasarkan PP 58/2005, kemudian pasal 27 UU Nomor 1 Tahun 2004 pasal 27.  Jadi setelah dikaji sesuai dan tidak ada peraturan yang dilanggar. Jadi intinya, majelis hakim berkesimpulan, untuk dakwaan primer, subsider, dan lebih subsider, terdakwa tidak terbukti melanggar,” tandasnya.

Bagaimana pertimbangan adanya kerugian negara? Itong menegaskan, secara teoretis hukum, belum dapat dinyatakan ada unsur kerugian negara dalam perkara  tersebut. Alasannya, kerja tim likuidasi dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dianggap belum selesai hingga akhir pemeriksaan perkara tersebut sehingga belum ada unsur kerugian negara.

’’Itu hanya hitung-hitungan, yang didapat dari BPKP. Tetapi kami tidak mempertimbangkan karena kerja tim likuidasi dari LPS belum selesai. Di samping kami juga mempertimbangkan tahapan unsur-unsur delik kasus ini,’’ jelasnya.

Pemprov Pelajari Kasus Satono

Sementara itu, Pemprov Lampung akan mempelajari terlebih dahulu keputusan sidang Satono. ’’Kita lihat dahulu keputusannya, apakah bebas murni atau tidak. Kita akan minta ke pengadilannya, dan keputusannya kita pegang dahulu, apa iya bebas murni,” ujar Asisten I Bidang Pemerintahan Hidayat kemarin (17/10).

Pemprov juga akan memantau, apakah pihak kejaksaan mengajukan banding. ’’Kalau jaksanya banding, berarti kita tunggu dulu keputusan tetapnya. Yang pasti, kami akan meminta ke PN tentang keputusan sidang Satono tersebut,” pungkasnya.

Terpisah, Satono mengungkapkan rasa syukurnya atas keputusan majeis hakim. ’’Saya bersyukur kepada Allah SWT. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan doanya,” ujar dia di kediamannya kemarin.

Saat ditanyakan kapan dirinya kembali aktif sebagai bupati Lamtim, Satono enggan mengomentarinya. ’’Saya belum terpikir ke arah itu. Saya masih bersyukur atas nikmat ini,” akunya 

Tekait adanya langkah pihak kejaksaan yang akan mengajukan kasasi, Satono juga enggan berkomentar. Ia mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya.

’’Karena sementara saya belum berpikir ke arah itu. Saya sampai sekarang masih jedug-jedug mendengarkan yang dibacakan tadi (kemarin). Saya juga mengimbau kepada seluruh warga Lamtim, terutama yang mendukung saya, agar jangan sampai terjadi perselisihan. Mari kita sebagai warga negara yang baik menghargai keputusan hukum,” tuturnya.

Dijaga 500 Personel

Sementara, selama persidangan, unjuk rasa ratusan massa yang pro dan kontra terhadap Satono memadati jalanan depan PN Kelas IA Tanjungkarang. Massa pro Satono mengatasnamakan dirinya Forum Bersama Lampung Timur (Forbes Lamtim) sejak pukul 06.00 WIB.

Jumlah massa Forbes sekitar lima ratus orang. Mereka datang dengan menggunakan 7 truk dan 15 minibus. Forbes menuntut Satono dibebaskan dari segala tuntutan hukum.

Sementara massa yang kontra dengan Satono datang sekitar pukul 09.30 WIB yang menamakan dirinya Gerakan Cinta Lampung Timur (Genta Lamtim). Jumlah massa mereka sekitar 300 orang. Saat datang, mereka langsung diarahkan polisi menuju lahan parkir Pemprov Lampung dipisahkan dengan massa yang pro dengan Satono.

Pantauan Radar Lampung, pihak kepolisian memisahkan kedua belah massa dengan menggunakan dua mobil armored water canon (AWC) yang diletakkan di tengah-tengah jalan. Polisi juga menyiapkan dua anjing pelacak yang juga biasa digunakan sebagai pemecah massa. 

Pada persidangan kemarin, selain ratusan polisi, tampak juga beberapa pejabat kepolisian gabungan dari Polda Lampung dan Polresta Bandarlampung berada di lokasi.

Dari Polda Lampung terlihat Kasubdit III Ditreskrimum Kompol Ardian Indra Nurinta dan Kasatsabhara Ditsabhara AKBP Kupran. Sementara dari Polresta hadir Wakapolresta AKBP M. Nurrohman, Kabagops Kompol Dedi Dewantho, Kasat Intel Kompol Irawan, Kasatsabhara AKP Hermansyah, Kapolsek Telukbetung Selatan AKP Eddi Cahyono, dan beberapa pejabat lainnya.

Wakapolresta AKBP M. Nurrohman mengatakan, pihaknya menurunkan 500 personel gabungan dari Polda Lampung dan Polresta Bandarlampung untuk menjaga proses persidangan kemarin.

Mantan Kapolres Lampung Timur itu mengatakan, selain menyiapkan dua AWC, pihaknya juga menurunkan dua anjing pemecah massa. ’’Bagi yang akan masuk ke ruang sidang, kami juga melakukan penggeledahan. Langkah ini kami lakukan agar persidangan berjalan kondusif,” pungkasnya. (whk/c1/ary)

KY Curigai Majelis Hakim

JAKARTA – Vonis bebas Bupati Lampung Timur nonaktif Satono mengundang reaksi Komisi Yudisial (KY). Lembaga ini langsung membentuk tim investigasi untuk mengusut dugaan pelanggaran perilaku hakim.

’’Ya, kami sudah tahu (putusan bebas Satono, Red). Kami memandang perlu melakukan investigasi putusan dan telaah fakta persidangan. KY tidak terima putusan bebas begitu saja oleh majelis hakim,’’ tegas Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki kepada Radar Lampung di Jakarta kemarin (17/10).

Suparman juga lantang menyebutkan KY menilai dalam putusan bebas tersebut lebih pada kecenderungan negatif. Menurutnya, bisa diindikasikan ada perilaku hakim yang menyimpang atau bentuk kegagalan jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya. ’’Dengan kata lain, ada permainan kotor dalam kasus ini,’’ tandasnya.

Apa langkah KY? Ditanya seperti itu, Suparman menyatakan, pihaknya akan menggelar rapat komisioner KY serta mengumpulkan dokumen dan rekaman fakta persidangan untuk dianalisis.

Dia juga mengakui pihaknya banyak menerima laporan dari masyarakat tentang kasus ini agar memantau jalannya persidangan. ’’Bahkan, kecurigaan KY muncul saat terdakwa diberikan penangguhan penahanan,’’ ujarnya.

Apakah KY juga mempunyai catatan tentang majelis hakim? ’’Saya belum buka catatannya, belum diketahui apakah majelis hakim itu punya track record buruk,’’ tukasnya.

Masih menurut Suparman, jika hasil investigasi tim nantinya ditemukan adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim, pihaknya meminta majelis hakim tersebut dapat memenuhi panggilan KY untuk menjalani pemeriksaan.

’’Kalau ditemukan adanya indikasi pelanggaran, tentu akan kami periksa majelis hakim tersbut. Kami menunggu hasil investigasi,’’ ungkapnya.

Sementara Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi S.P. mengatakan, pihaknya tidak dapat mengambil alih kasus tersebut. Apalagi, kasus itu sudah sampai pada tahap pembacaan vonis.

Bahkan, meski kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, KPK tak berhak ikut campur dalam penanganan kasus tersebut bila sudah ada aparat penegak hukum yang menanganinya. ’’KPK nggak bisa ambil alih kasus. Itu wilayah MA (Mahkamah Agung) dan KY,’’ kata Johan.

Menurutnya, KPK hanya memantau kasus yang disidangkan di Pengadilan Tipikor daerah. Itu pun bekerja sama dengan universitas. ’’Kami tidak melakukan pemantauan di peradilan umum dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia,’’ tuturnya.

Dilanjutkan Johan, hal berbeda jika ada laporan dari masyarakat tentang kejanggalan penanganan dalam persidangan kasus tersebut. Sangat mungkin KPK ikut mengusut kasus itu.

Terpisah, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang yang membebaskan Satono atas perkara korupsi penempatan dana APBD Rp119 miliar di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca Setiadana juga mengundang reaksi DPRD Lamtim.

Ketua DPRD Lamtim Ali Johan Arif menjelaskan, dewan tetap  menghormati putusan majelis hakim atas perkara tersebut. Kendati demikian, dia tidak sepakat dengan putusan majelis hakim yang tak mempertimbangkan adanya kerugian negara atas kebijakan penempatan dana APBD tersebut. Sebab, sejak tahun 2008, dana yang tersimpan di BPR Tripanca tidak dikembalikan ke kas daerah Lamtim.

Padahal,  dana tersebut merupakan uang rakyat Lamtim. Dengan kata lain, dewan menilai telah terjadi kerugian negara, dan harus ada yang bertanggung jawab. ’’Kalau pengambil kebijakan penempatan dana APBD di BPR Tripanca dinyatakan bebas, jadi siapa yang harus mempertanggungjawabkan uang rakyat Lamtim tersebut?’’ tanya Ali Johan.

Karena itu, terus dia, sesuai hasil rapat paripurna yang dilaksanakan 3 Oktober 2011 lalu, DPRD Lamtim akan tetap mendesak pihak yang berwenang untuk menuntut Satono mengembalikan dana yang tersimpan di BPR Tripanca. Itu merupakan salah satu dari tiga rekomendasi dewan atas  hasil penelusuran panitia khusus angket penempatan dana APBD di BPR Tripanca. 

Sedangkan yang lainnya, merekomendasikan panitia angket melaporkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan perwakilan Lampung untuk membuat opini tentang pertanggungjawaban terhadap dana APBD yang disimpan di BPR Tripanca Setiadana yang dilakukan bupati Lamtim.

Selanjutnya, melaporkan kepada pihak hukum terutama KPK terkait terjadinya dugaan korupsi penempatan dana APBD di BPR Tripanca.

Sementara saat melaporkan hasil penelusurannya, Ketua Pansus Angket DPRD Lamtim Made Tangkas Budawan, S.T. memaparkan, penempatan dana APBD 2008 di BPR Tripanca mutlak dilakukan  Satono yang saat itu menjabat bupati. Sebab, penempatan dana APBD di BPR Tripanca didasarkan surat keputusan yang ditandatangani Satono. Sehingga,  kerugian perekonomian daerah yang timbul akibat belum kembalinya dana yang tersimpan di BPR Tripanca merupakan tanggung jawab Satono yang saat ini sudah dinonaktifkan dari jabatannya selaku bupati.   

Selain itu, aset eks BPR Tripanca yang dikelola tim likuidasi tidak mencukupi untuk membayar kewajiban yang ditanggung. ’’Dalam  beberapa kali proses pembahasan APBD, dana tersebut tidak dapat digunakan sesuai waktunya, sehingga merugikan perekonomian daerah,’’ jelas Made Tangkas melalui rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Ali Johan Arif serta dihadiri pelaksana Bupati Lamtim Erwin Arifin dan jajaran.

Made Tangkas menambahkan, penempatan dana APBD di BPR Tripanca melanggar pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang berbunyi: Pemerintah Pusat/Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana yang disimpan pada bank umum. Selain itu melanggar pasal 18 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 39/2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah yang berbunyi: Gubernur/bupati/wali kota menunjuk bank umum sesuai dengan kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat 1 dan/atau bank sentral untuk menyimpan uang daerah yang berasal dari penerimaan daerah dan untuk membiayai pengeluaran daerah.

’’Seharusnya bupati menempatkan uang daerah pada bank umum, bukan di BPR. Karena dana yang ada di BPR Tripanca tidak dapat ditarik, maka menjadi tanggung jawab bupati,’’ tandas Made Tangkas.

Sumber